:: Senyumlah,
tinggalkan sedihmu. Bahagialah, lupakan takutmu. Sakit yg kamu rasa, tak setara
dengan bahagia yg akan kamu dapat ::
****
“adduhh,”
aku mengeluh dan memegang perutku yang terasa sakit.
“kamu
kenapa? Sakit perut ya?” dia terlihat cemas.
“
iya, sakit banget. Aku,,,aku,,aku,,,” terbata aku menjawab pertanyaannya itu.
“kamu
kenapa??”
“
aku lapaaarrr....hehehe” aku tersenyum jahil kearahnya.
“dasar
kamu. Baru juga kenal udah iseng,” dia sedikit mengomel dan menyandarkan
kepalanya. Dia tetap tersenyum dan konsentrasi menyetir.
“maaf.
Abis suntuk sih,”
“jadi
itu Cuma pura-pura aja sakitnya?”
“beneran
sakit. Laper banget.”
“ya
udah, nanti kita cari cafe yang masih buka.”
“aku
ga mau di cafe.”
“kenapa?
Kan lebih nyaman makan di cafe.”
“aku
pengen makan di warung-warung tenda aja. Pengen makan pecel lele.”
“ya
udah kalo gitu.”
Dia
terus konsentrasi menyetir sambil mencari warung tenda yang kira-kira nyaman.
Setelah beberapa menit, dia mulai menepikan mobilnya di sebuah warung tenda
yang tidak terlalu ramai. Kami langsung keluar dari mobil dan memilih tempat yang
nyaman.
“kamu
pesan apa?” tanya Dika setelah kami duduk.
“pecel
lele sama jeruk anget aja deh,”
“pecel
lele 1, jeruk anget 1 sama jus mangganya 1 ya mas,” pesannya pada pelayan.
“kok
makannya Cuma satu? Kamu ga makan?”
“tadi
u udah makan di rumah,” lagi-lagi dia tersenyum manis ke arahku
“apaan
sih liatnya kaya gitu? Risih tau ga!”
“
ga boleh ya? Kamu mirip sama seseorang yang pernah aku kenal. Cuma bedanya dia
lebih feminin dari kamu,”
“ooh
gitu. Pacar kamu ya?”
Dia
menggeleng dan tersenyum. Tiba-tiba aku teringat Nana, dia pasti khawatir
banget. Aku belum kasih kabar. Langsung aku mabil ponsel dan ku kirim pesan
buat Nana dan Arief.
To:
cf-Nana
Aq
baik2 ja.nh lgi d jln mo plg.nti aq crtain d rmh y.
To:
arief
Aq
baik2 aja, g ush khwtr, udh ngasih kbr ke na2 kok.
Selesai
mengirim pesan itu, pesanan pun datang. Engan segera ku santap pecel lele itu.
Dika perhatiin aku terus. Dia aneh, emang aku mirip siapanya dia ya?
“kenapa
sih dari tadi senyum-senyum mulu? Liatin akunya juga gitu banget. Kenapa? Jadi
laper kan liat aku makan?”
“yey,
ga lah. Kamu itu lucu,La. Seneng liat cara kamu makan,”
Aku
tak memperdulikannya lagi, saat ini yang penting perut aku terisi. Selesai
menghabiskan sepiring pecel lele, ku minum segelas jeruk hangat itu. Terasa
segar. Dia masih terus saja memperhatikan aku.
“aku
udah selesai nih, yuk jalan lagi.” Aku berdiri dan melangkah keluar menuju
mobil.sementara dia membayar makanan yang aku makan tadi. Lumayanlah, dapet
makan gratis. J
“yuk
masuk. Takutnya kemaleman sampe rumah kamunya.” Dia membukakan pintu mobil
untukku.
“palingan
juga 15 menit lagi nyampe kok,” sahutku dan memasang sabuk pengaman.
Aku
Cuma diam. Menikmati lampu-lampu kendaraan yang berserak di jalanan. Aku terus
berfikir, kenapa dia sebaik ini. Padahal aku yakin sekali belum pernah
mengenalnya.
“rumah
kamu dimana,La?” suaranya membuyarkan lamunanku.
Aku
menyebutkan alamat tempat tinggalku, lalu kembali terdiam. Kembali asik
bermain-main dengan pikiranku sendiri.
“maaf
kalo boleh tau, kamu baik-baik aja?” dia melirik ke arahku.
“iya.
Kenapa?”
“kok
kamu bisa pingsan di tempat itu sih??”
“ooh
itu, tadinya aku dari bukit.”
“terus
kok bisa pingsan?”
Aku
enggan menjawab pertanyaannya itu. Aku lebih memilih diam. Dan kembali menatap kerlip
lampu jalanan.
****
Setelah
menempuh perjalanan lebih kurang 15 menit, kami sampai di rumah kos ku. Aku
langsung keluar dari mobil itu.
“makasih
ya. Ga mampir dulu?” aku berbasa-basi padanya.
“ga
deh. Udah malem banget. Ga enak sama tetangga.”
“ya
udah, kamu hati-hati ya. Maksih udah mau anterin aku pulang sama traktir aku
makan.”
“iya
sama-sama. Aku pamit ya. Met istirahat.” Dia terenyum dan melajukan mobilnya
kembali. Aku melangkah gontai ke arah rumah.
“assalamu’alaikmum,”
aku mengetuk pintu.
“wa’alaikumussalam,”
terdengar jawaban dari dalam dan membukakan pintu.
“Ela?
Kamu udah pulang? Syukurlah. Uk cepetan masuk,” Nana membimbingku masuk ke
dalam rumah. Dan mendudukkan ku di sofa depan tivi.
“bentar
aku ambil minum dulu.” Dia terlihat khawatir sekali melihat keadaanku. Segitu
buruk kah penampilan aku?
Kami
duduk bersisian saling berbagi cerita, sampai aku bisa tertawa melihat
tingkahnya. Tidak lupa, ku kisah kan sedikit tentang Dika padanya.
“orangnya
cakep, dewasa, baik, terus senyumnya itu, Na. Beuhh,,,,bikin meleleh. Hahaha”
“emang
senyum dia panas bikin meleleh gitu? Haha.”
Aku
bisa tertawa saat bersama Nana. Terasa semua beban berkurang. Aku bahagia
memilikinya.
“aku
seneng kamu udah bisa ketawa kaya gini lagi. Lupain masa lalu kamu, perbaiki
semuanya.”
Itu
ucapan Nana menutup perbincangan kami malam ini. Aku masuk kamar dan
menghubungi Arief. Sekedar memberitahunya bahwa aku baik-baik saja. Hasil dari
pembicaraan itu, Arief ngajak ketemuan besok siang, karena ada hal mau di
omongin. Entah apa itu, aku tidak terlalu penasaran.
Sebelum
membaringkan tubuh di kasur ku yang empuk, aku membuka tas. Aku tersadar, ada
benda yang hilang. Tapi aku lupa apa itu. Aku mencoba mengingat, tapi tetap aku
tak teringat. Ku pandangi langit-langit kamarku, ku pejamkan mata, terlintas
sebaris wajah yang selalu mengisi hari-hariku, wajah itu berganti seperti
tampilan slide dalam benakku. Tembang kesayangannku mengalun, mengiriku
berjalan memasuki alam mimpi.
Teringat ku teringat
pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap tuk
berdiri, ku lakukan sepenuh hati
Peduli ku peduli, siang
dan malam yang berganti
Sedih ku kini tak ada
arti,
Jika kaulah sandaran
hati, sandaran hati
(sandaran hati – letto)
TbC..
Tulisannya
makin gaje,,pusing si lappy ngadat mulu.. mohon kritiknya ya.. terimakasih J
0 komentar:
Posting Komentar