:: sahabat adalah dia
yang menyediakan bahu saat kau butuh sandaran, menyeka airmatamu saat kau
menangis, memapahmu saat kau tak berdaya, dan selalu membisikkan kata-kata
penyemangat di telingamu. sahabat akan bahagia saat kau bahagia, dan akan
menangis saat kau menangis. ::
****
Praanggg......
.aku
memecahkan cermin itu dengan tangan ku.
“aaarrggghhh,”
aku berteriak lagi, meringis menahan sakit di tangan ku, terlebih sakit di
hatiku.
“kenapaaa.....kenapa
justru ini yang aku rasain?? Buat apa aku hidup? Aku capee..cape banget,” aku
menangis pilu.
“dulu
aku yakin sama perasaan aku ke kamu. Aku yakin hati aku buat kamu. Aku yakin
kamu ga bakalan sakiti hati aku. Aku yakin kamu itu sandaran hati aku. Tapi
kenapa kamu lupain janji itu? Kenapa?” aku masih meratapi peristiwa yang ku
alami.
Dengan
nafas memburu, aku mengambil pecahan cermin itu. Kumantapkan hatiku untuk
menggoreskan cermin itu ke pergelangan tanganku. Berkali-kali aku mencoba,
tetap saja nadiku tidak terpotong. Cuma goresan-goresan di pergelangan tangan
yang terasa perih.
Aku
masih menangis, masih meluapkan amarah dengan memporakporandakan kamarku. Hati
aku terlalu sakit. Aku tak bisa berpikir jernih lagi. Aku hanya ingin
mengakhiri hidup ini. Aku terduduk lemas di sisi tempat tidurku, pergelangan
tangan ku masih mengeluarkan sedikit darah, terasa pedih karena bercamppur
keringat. Pikiran ku sedikit tenang.
Tok..tok..tok
Terdengar
ketukan dipintu kamarku. Aku diam tak bergeming.
“La,
kamu udah makan? Aku bawain bakso nih buat kamu.” Terdengar suara Nabila di
depan kamarku. Aku masih enggan menjawab panggilannya. Aku melirik jam yang
tergantung di dinding kamarku.
Jam
6 sore? Selama itu kah aku mengamuk? Hhufftthh,,aku menghela nafas lagi.
“La,,
kamu tidur? Aku masuk ya?” ternyata Nabila masih ada di depan kamar ku.
Aku
masih tak menghiraukan suara Nabila, aku masih memejamkan mataku. Aku yakin,
Nabila pasti terkejut melihat keadaan kamarku yang seperti kapal pecah ini.
Ckleekk...
“
astaghfirullah, La kamu kenapa? Kok berantakan gini?” Nabila cemas melihat
keadaan ku dan langsung duduk di sampingku. Aku diam, meski ada dia disisiku.
Tatapanku kosong.
“La,
kamu kenapa harus kaya gini? Kamu mau bunuh diri? Kamu ga sayang sama diri kamu
sendiri? Ga sayang sama ibu? Ga inget pesan almarhum bapak?” Nabila menangis
dan menarik ku dalam pelukannya. Aku masih diam.
“bentar,
aku ambil betadine sama perban dulu ya..”dia beranjak meninggalkan kamarku.
Aku
mulai menangis lagi, kata-kata Nabila tadi benar-benar membuatku semakin sedih.
Aku masih punya ibu, aku masih punya keluarga, aku masih punya amanah yang
belum terlaksanakan. Aku Cuma bisa nangis. Nabila sangat baik, dia selalu
menjagaku.
“sini
tangan kamu. Aku obatin dulu.” Nabila menarik tanganku, dan mulai mengobati
luka dipergelangan tangan akibat goresan kaca.
“aww..pedih
Na,” aku meringis menahan pedih.
“tahan
lah. Tadi kamu pas goresinnya ga sakit kan? Kok sekarang kerasa pedih nya?”
Aku
Cuma bisa diam mendengar ucapannya itu. aku menoleh ke arahnya. Air muka nya
terlihat serius memasang perban di tanganku yang hampir selesai.
“Na,
makasih ya udah selalu ada buat aku.” aku memeluknya erat.
“iyah
sama-sama La. Kamu itu sahabat aku, jadi aku ikhlas bantuin kamu. Mm....kamu
kenapa? Berantem lagi sama Denny?” dia mengelus rambutku dengan lembut.
Walaupun usia kami sama, tapi dia lebih dewasa, lebih tenang dalam menyikapi
segala hal, dan lebih sabar menghadapi aku yang emosian.
Hufh,,aku
mengehembuskan nafas lagi. “iya. Tadi ribut di kampus Na. Malu banget diliatin
orang-orang. Sampe rumah malah ngamuk ga jelas gini jadinya. Aku cape Na. Aku
bosen idup kaya gini,” aku mulai menceritakan masalah yang mengganggu
pikiranku.
“aku
yakin, kamu tau solusi terbaik untuk diri kamu. Kamu itu harusnya udah bisa
berpikir, mana yg baik mana yang ga. Kalo kamu uda ga tahan, ya udah tinggalin
aja. Lupain masa lalu kamu sama dia. Jangan putus asa, apalagi sampe mau bunuh
diri. Inger La masih banyak orang yang tulus sayang sama kamu, banyak orang
yang butuh kamu. Krna aku tau, kam itu tulus sayang sama orang lain. Tolong
kamu pikirin baik-baik, biar ga makin nyesel kedepannya.” Nasihat Nabila yang
panjang itu membuat hatiku tenang, aku semakin erat memeluknya. Dia sahabat
terbaikku.
“ya
udah, kamu bersih-bersih badan gih, ntar lagi maghrib. Biar aku yang beresin
kamar kamu” dia melepas pelukan ku. Aku megangguk, dan bergegas ke kamar mandi.
Sebelum
menyiramkan air ketubuh ku, sekilas ku lihat wajah yang sangat berantakan di
cermin itu. ya, itulah wajahku saat ini. Aku mengusap sudut bibir yang masih terasa
nyeri. Ini belum seberapa. Dulu aku pernah mengalami kekerasan fisik lebih dari
ini. Dulu aku masih belum bisa mengendalikan emosi, pernah suatu kali Denny berkata kasar dan mencaciku, hatiku
sakit dan tidak terima. Dengan emosi yang tak tertahankan, ku layangkan kepalan
tanganku ke arah mulutnya sampai berdarah. Sekarang aku mulai belajar menjadi
cewe feminin. Dan aku belajar sabar serta memaafkan orang-orang yang melukai
hati aku.
“Laaa,
kamu ga papa? Kok lama banget mandinya? Udah adzan itu.” terdengar teriakan
Nabila dari luar kamar mandi.
“
iya,iya, aku ga apa-apa kok. Ni juga mau selesai.” Sahutku.
Segera
ku selesaikan acara mandi kali ini, aku terkejut saat melihat keadaan kamar ku.
Kamar yang tadi seperti kapal pecah kini sudah rapi lagi. Aku langsung
mengerjakan kewajibanku. Selesai shalat, aku keluar kamar menuju ruang tengah.
Disana sudah ada Nabila yang sedang menyiapkan semangkok bakso untuk ku.
“nih
makan,” dia menyerahkan mangkok itu.
“tengkyu
Nana saiiank,” aku menerima mangkok itu dan langsung menyantap isinya.
Samar-samar
ku dengar sebuah lagu.
Teringat ku teringat
pada janjimu ku terikat
Hanya sekejap tuk
berdiri, ku lakukan sepenuh hati
Peduli ku peduli, siang
dan malam yang berganti
Sedih ku kini tak ada
arti,
Jika kaulah sandaran hati,
sandaran hati
(sandaran hati – letto)
“
itu lagu dari mana sih Na?”
“dari
kamar aku, tadi aku lagi ngidupin musik di laptop. Kenapa?”
“ga
papa. Pas banget lagunya, hehe” jawabku asal.
“suatu
saat hati kamu pasti dapet sandaran yang tepat. Percaya deh sama Nana yang manis ini.”
“uhuk,,uhu,,uhuk...manis??
ga salah tuh?? Aku nyoba donk.” Aku pura-pura terbatuk mendengar pernyataanya.
“nih
coba bogem aku,” sahutnya sambil mengepalkan tangan ke arahku.
“hahaha...lucu
kamu Na,”
“aku
seneng liat kamu ketawa kaya gini La, jangan sedih-sedih lagi ya.”
“iya,
Na. Makasih ya, kayanya makin lama aku makin saaa—“ ucapanku terpotong karena
ponselku bergetar. Ku ambil ponsel yang ada di meja itu, ada panggilan.
0 komentar:
Posting Komentar