Lagi
lagi selalu tentangmu. Ya, kamu. Tak pernah yang lain. Kali ini aku tak mampu
memejamkan mata dengan tenang, lagi. Karena mu, lagi. Sekuat mungkin ku tahan
kristal-kristal bening ini berselancar dipipi. Namun aku tak sanggup. Sakit? Tidak.
Kecewa? Juga tidak. Aku hanya measa sedikit perih di dada, di hati ini.
Mungkin
terlalu banyak tingkah dan sikapku yang tak menunjukkan kedewasaan. Mungkin kini
aku semakin kekanak-kanakan, semakin manja terhadapmu, terlalu banyak menuntut
waktumu. Aku hanya inginkan perhatianmu, sedikit saja. Sekejap saja. Hanya itu.
Bukan yang lain.
Aku
mengenalmu beberapa bulan yang lalu. Aku menjalin hubungan denganmu hanya
karena ingin, bukan yang lain. Aku iseng. Aku hanya tak ingin dikatakan tak
punya kekasih. Hingga aku memutuskan menjalin hubungan denganmu. Denganmu laki-laki
paling cuek yang pernah kutemui. Awalnya aku tak mempermasalahkan kecuekan mu
itu, tak masalah. Aku punya dunia sendiri, dan kamu punya dunia sendiri. Aku tak
pernah mengeluh meski semua sms kau abaikan. Aku tak pernah meminta ini-itu. Aku
tak pernah menuntut waktumu untuk menemuiku. Tapi itu dulu.
Kini
berbeda. Dulu aku tak memiliki perasaan khusus untukmu. Bagiku, hampir 3 bulan
menjalani hubungan “iseng” denganmu membawa sedikit perubahan di hati. Mulai ada
yang bisa menggelitik setiap relung-relung hati tiap ku dengar suaramu, membaca
pesan-pesan mu. Bahkan aku bisa tersenyum sendiri mengingat semua waktu yang ku
lalui bersamamu. Satu hal yang aku rasa, aku bahagia bersamamu. Aku tak tau
kapan aku mulai mencintaimu. Tak pernah tau pasti. Hanya saja, hatiku mulai
bisa merasakan perih, bahkan aku mulai bisa menitikkan airmata untukmu. Seperti
malam ini.
Aku
mencintaimu, dan rasa ini kian bertambah seiring detik yang berlalu. Aku mulai
mencintai kecuekanmu, kesibukanmu, kejutekanmu, bahkan semua yang ada pada
dirimu. Aku ingin memilikimu. Ingin. Namun, seiring dengan keinginanku itu,
terjadi perubahan beberapa hal dalam diriku. Aku yang awalnya mudah mengontrol
emosi, kini semalkin labil. Aku ingin selalu di perhatikan. Dan justru itulah
yang membuatmu jenuh, bukan? Ya. Aku tau
itu.
Kini
kau minta padaku kembali seperti dulu. Dari sikap, mungkin bisa. Tapi bagaimana
dengan rasa ini? Apa kau juga ingin aku membuang nya? Perih rasanya harus membuang semua ini. Aku tak
bisa. Maaf.
Dan
sekali lagi, aku menangis karenamu. Mencintaimu sama sakitnya seperti patah
hati.
_RS_
Pekanbaru,
28/05/2013, 22:40wib
0 komentar:
Posting Komentar