:: semestinya cinta
tidak memandang waktu kapan dia akan datang. Seharusnya cinta yang tulus adalah
cinta yang bisa menerima semua keadaan. Dan sejatinya cinta itu menemukan
sandarannya sendiri, tanpa kita bisa untuk memintanya::
****
Plakk....
Aku
meringis memegangi pipi yang di tampar Denny.
“ngapain
kamu duduk deket-deket cowok tadi???ngapain haah???” denny membentakku.
“aku,,aku,,,aku
ga ngapa-ngapain..Cuma ngo..ngobrol soal skripsi aja..dia itu senior aku waktu
di SMA.” Aku terbata menjawab pertanyaannya.
“aku
ga peduli dia siapa, apa aja yang kalian omongin. Yang aku peduliin tuh kamu
ngapain duduk dekat dia?”
“ga
ngapa-ngapain. Cuma ngobrol itu aja,” aku mulai menitikkan air mata.
“perlu
duduk sedekat itu?? Aku udah pernah bilang kan? Jangan duduk sedekat itu sama
cowo lain kan?” dia terlihat semakin emosi.
Aku
tertunduk dan terisak, “maaf. Aku ga perhatiin dia”
“kau
tuh emang ga pernah sadar kalo aku belum marah kan??? Jawab aku, ngapa kau dekat-dekat
dia duduknya tadi?’ nada bicara dia makin meninggi, nafasnya kian memburu. Aku
semakin tertunduk, air mata kian deras mengalir.
“aku
ga ngapa-ngapain. Kenapa sih ga mau dengerin penjelasan aku dulu?”
“penjelasan
apa hah?? Penting buat aku?? Apa gunanya??”
“emang
ga penting buat kamu, tapi,,tapi penting buat aku”
“alaaahhh,
udah lah. Emang dasar kau tuh lo***e, pe***k, an***g, kau tuh ga pantes pake
jilbab. Puercuma kalo kau kuliah di sini kalo kelakuan kau kaya gini. Ngapain
kau dekat-dekat dia haa?? Mau jual diri kau? Berapa tarif kau satu jam?”
Cacian
demi cacian terlontar dari mulutnya, aku tak mampu membalas kata-kata kotornya
itu. Aku Cuma bisa menangis menahan rasa sakit di hati aku atas hinaan ini.
“kenapa
kau masih diam? Kau kalo aku tanya sekali jawab sekali yaa!”
Dia
semakin emosi, aku hanya menggeleng. Air mata kian deras mengalir dipipi. Aku
tetap terdiam. Aku hanya bisa berkata dalam hati , ‘ rabbi, sungguh pedih hati ini atas perlakuannya. Aku menyesali
semua perbuatanku. Aku tak yakin sakit ini akan hilang. Aku haramkan dia jadi
kekasih halalku. Sampai kapanpun itu.’
Aku
masih takut untuk menatapnya, pikiran ku kacau.
“aku,,aku,,aku
Cuma-“
Buugghh...
kali ini bukan tamparan, tapi sebuah tonjokan mengenai mulutku. Aku jatuh
terduduk dan merintih sambil memegang mulut ku yang terasa pedih.
“dasar
cewek munafik kau. Mending kau lepas jilbab itu sekarang,” dia kembali teriak
dan menarik jilbabku.
“jangan
yaankk, jangan paksa buat buka jilbab,” sekuat tenaga aku mempertahankan jilbab
ini. Aku semakin menangis, tanpa kusadari darah segar menpetes di sudut kanan
bibirku. Aku tak peduli rasa pedih di sekitar mulutku.
“ya
ampun, cinta...bibirnya pecah, berdarah lagi. Maaf,,maaf aku udah kelewatan.”
Dia mencoba menghapus darah yang menetes di bibirku dan memanggil dengan
panggilan sayang nya ‘cinta’, tapi aku menepisnya.
Aku
menatapnya tajam, tanpa keluar kata-kata air mataku mengalir kembali.
“maaf,
bener-bener maaf yah..” dia mengeluarkan sapu tangan dari dalam saku jaketnya
dan mengelap sisa-sisa darah yang masih menempel dibibirku.
“ga
papa.” Jawabku singkat.
“sakit
yah??” dia terlihat cemas.
“
ga kok.”
“jangan
bohong lagi, sakit kan? Maaf udah kelewatan”
“Cuma
pedih aja sedikit. Iya ga apa-apa.”
“
yaudah, yuk kita pulang. Tapi hapus dulu air mata kamu”
Aku
menghapus air mata yang masih mengalir, dan mencoba tersenyum. ‘luka di bibir ini tidak terlalu sakit.
Beberapa jam lagi juga udah sembuh. Tapi ga luka yang dihati aku.’ Aku
bergumam dalam hati.
10
menit kemudian kami sampai kos, aku langsung turun dari motornya.
“kamu
istirahat ya,,bibirnya di kompres biar ga bengkak” ucapnya sambil mengusap
kepalaku dengan lembut.
“iyah.
Kamu hati-hati ya. Kasih tau kalo udah sampe rumah” jawabku sambil mencium
punggung tangannya.
“ok.
Aku pulang yaa” dia menarik gas motornya dan meninggalkan kosku.
Aku berjalan gontai ke
arah kamarku, hatiku terus bergumam, ‘aku
udah pernah ngerasain sakit yang lebih dari ini, dan aku masih tetep kuat. Luka
fisik bisa sembuh dengan cepat, tapi luka hati butuh waktu yang lama buat
nyembuhinnya, atau mungkin bisa dibawa sampai mati’.
Brukk,,,aku
membanting tas ke atas tempat tidur. Kejadian tadi terus menari-nari di
pikiranku. Entah sampai kapan aku akan terus terjebak dalam keadaan ini. Aku
lelah sekali.
Ddrrrtt,,drrtt,,drtt.
Lamunanku
buyar karan kurasakan getaran dari ponselku. Ada pesan masuk, langsung ku baca
pesan itu.
From:
abangKuu
Aq
udh smpe. Met istirahat. Jgn cba mcem2. Cma kmu yg ngerti aq. Love u
Dengan
enggan ku balas pesan itu.
To:
abangKuu
Sykr
klo udh smpe. Nh mo tdur. Lve u 2.
Lalu
ku pencet tombol send.
Hufftth,,,berkali-kali
aku menghela nafas berat. Kupejamkan mata ini. Penyesalan kian terasa di hati
aku. Andai saja dulu aku ga kenal dia, ga ngelakuin ‘hal itu’, mungkin aku bisa
bebas dari dia. Pernah kucoba buat lepas dari dia, aku ga peduli kalo ga ada
lagi laki-laki yang bisa nerima keadaan aku. Tapi dia gak mau, dia berjanji
akan berubah. Tapi kenyataanya tetap seperti ini. Air mataku mulai menetes.
Hatiku sakit, sakit sekali. Pikiranku kacau, teramat sangat kacau.
“aaaaaaaarrrrrrrrrrrggggggggggghhhhhhhh”
tiba-tiba aku berteriak histeris.
Ku
acak-acak semua benda-benda yang ada dikamar ku. Aku tak tau kenapa seperti
ini. Aku Cuma merasakan gejolak dalam hati aku. Emosi memuncak. Aku berjalan
mendekati meja riasku.
0 komentar:
Posting Komentar